Minggu, 18 April 2010

ROBBY DJOHAN,EKONOM HANDAL DAN MENTOR YANG BAIK

Robby Djohan, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, merupakan salah satu ahli ekonomi yang dimiliki bangsa Indonesia. Seorang mantan bankir, mantan chief executive officer (CEO) pada beragam perusahaan raksasa, berhasil mengukir berbagai prestasi.

Ia merintis karier di Citibank, kemudian membesarkan Bank Niaga (dari bank yang tadinya tidak punya nama, menjadi bank nomor dua di Indonesia). menyelamatkan perusahaan penerbangan Garuda Indonesia, dan mengantarkan mahamerger beberapa bank BUMN menjadi Bank Mandiri. Tidak heran dengan segudang prestasinya, Robby menerima banyak penghargaan seperti The Best CEO 2000 dan CEO Terbaik di Masa Krisis, yang diadakan Majalah Swa dan Asian Market Intelegence (AMI).

Pria yang mengaku memiliki karakter cenderung bebas dengan tendensi urakan, slebor atau cuek ini dilahirkan tanggal 1 Agustus 1938 di Semarang. Robby senang mencari uang sejak kecil. Ketika SD sudah berjualan kue basah. Pada masa SMA malah sempat menjadi tukang catut. Dan selepas mahasiswa langsung bekerja di salah satu bank asing terkemuka, Citibank.
Di usia 67 tahun, Robby Djohan tetap menjadi figur menarik untuk diajak berbincang tentang dunia korporasi dan manajemen di Indonesia.

Dengan pengalamannya yang sangat banyak dan memimpin di bank-bank dan perusahaan terkemuka, Robby sering memberikan tips dan pengarahan pada ekonom muda. Ia juga seorang mentor dan pengkader yang baik. Anak didiknya masih tetap berkibar di kancah bisnis nasional. Seperti Agus Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri, Gunarni Soeworo, Komisaris Utama Bank Mandiri, Emirsyah Satar, yang dipercaya menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia dan Arwin Rasyid.


Pengalaman sangat spektakulernya adalah ketika selama enam bulan ia dipercaya memimpin Garuda. Saat itu ia langsung dihadapkan pada situasi yang disebutnya sebagai, “negative networth gila-gilaan, sebab utang (liabilities) jauh lebih besar dibanding harta (asset), sehingga saldonya negatif. Bottom line sudah merah, begitu juga saldo ditahan (retained earning) juga telah negatif. “Pada posisi demikian, praktis tinggal dua hal yang akan bisa dilakukan yakni menambah modal atau melikuidasi,” katanya.


Kalau hanya berpikir seperti ketika sedang mengelola perusahaan biasa, ia pasti akan melakukan likuidasi. Tetapi, akhirnya ia memilih peluang restrukturisasi mengingat Garuda adalah pembawa bendera Indonesia sehingga terdapat ikatan emosional pada masyarakat luas serta kebanggaan yang sulit dihapuskan.

Restrukturisasi berarti membuang yang jelek dengan melakukan perubahan mendasar berupa perubahan manajemen, kepemimpinan, operasional dan pendekatan pasar. Tujuannya satu, agar nilai pasar Garuda bisa meningkat. Tapi sebelum hal itu dilakukan, muncul persoalan baru. Robby harus menghadapi demontrasi karyawan yang menyambutnya sewaktu ia baru masuk Garuda. Dengan tenang, Robby menghadapi para karyawan tersebut dan menjelaskan secara rinci dan terbuka atas semua kebijakan yang sedang,telah dan akan diambil, berkaitan dengan kondisi perusahaan.

Sesudah berhasil mengatasi tantangan dari dalam, ia segera melakukan program restrukturisasi. Hal pertama yang dicanangkan adalah membangun image Garuda sebagai penerbangan yang paling tepat waktu dan aman. Ia menargetkan OTP (On Time Performance) di atas 90 %. Untuk mengurangi kerugian yagn sangat besar, Robby segera meng-cut beberapa rute penerbangan ke Eropa yang banyak memakan biaya dan meminta bantuan dari pihak Swiss teknik melakukan perbaikan ke beberapa pesawat yang rusak. Dan yang tak kalah pentingnya dalam re-strukturisasi adalah mengganti level management tingkat atas dengan orang-orang muda yang lebih fresh dan highly motivated.

Sesudah dua bulan memimpin Garuda (termasuk memindahkan kantor ke Bandara Soekarno-Hatta agar bisa langsung memantau situasi lapangan), ia pun berhasil memutar haluan Garuda dari nyaris bangkrut menjadi maskapai penerbangan yang tetap terbang, sekaligus bisa menguntungkan.

Setelah kepemimpinannya berjalan 8 bulan, Garuda meningkat image nya menjadi penerbangan tepat waktu, menjadi break even bahkan meraih laba 60-an juta dolar di tahun berikutnya, dan karyawannya lebih bersemangat. Sayangnya Robby keburu dipindah untuk menangani Bank Mandiri yang baru dibentuk.atu hal yang menjadi pesan Robby, lakukan semua hal di bisnismu dengan sungguh-sungguh. dan bangun kepercayaan para staff dan managemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar